• medali

SMP MUHAMMADIYAH 1 PURWOKERTO TELAH MEMBUKA PENDAFTARAN PESERTA DIDIK BARU TAHUN AJARAN 2023/2024

Kontak Kami


SMP MUHAMMADIYAH 1 PURWOKERTO

NPSN : 20301881

Jl.Perintis Kemerdekaan NO.6 Purwokerto 53141


smpmuh1pwt@yahoo.com

TLP : (0281) 637782


          

Pencarian

Rahasia Kakek Kelapa




 

Di Desa Kelir, tinggallah seorang kakek dengan seorang cucu perempuannya yang benama Aurora. Rumah mereka terletak di ujung kampung yang berbatasan langsung dengan Bukit Kelir. Seakan rumah mereka menjadi pemisah antara perkampungan dan Bukit Kelir.

Di belakang rumah Aurora dan kakeknya terdapat kebun yang cukup luas. Di kebun itu tinggal kakek kelapa, paman bambu, bibi pisang, kakak bayam, kakak jahe, dan kakak mawar. Karena itulah, udara dikebun selalu terasa segar. Udara yang segar itulah yang mengundang kawanan kupu-kupu dan burung. Sejak pagi hingga sore hari, kebun mereka sangat semarak karena kupu-kupu warna-warni yang memanjakan mata dan nyanyian burung-burung yang menenteramkan hati.

Setelah pulang dari sekolah, Aurora bermain di kebun dengan kakeknya. Saat musim kemarau, Aurora membantu kakeknya menyiram tanaman di kebun. Sebulan sekali, ia bersama kakeknya memberi pupuk untuk tanaman itu. Karena itulah, semua tanaman di kebun itu selalu hijau dan sehat.

Suatu malam bulan purnama, ketika semua penghuni kebun sudah tertidur lelap, kakak mawar, kakak bayam, dan kakak jahe melakukan rapat rahasia. Mereka membicarakan sikap Aurora dan kakeknya yang dianggap tidak adil.

“Kenapa ya, Aurora dan kakeknya lebih perhatian dengan kakek kelapa?” tanya kakak mawar penuh keheranan.

Kakak bayam menyahut, “Jangan-jangan kakek kelapa sudah berbuat curang kepada kita.”

“Curang apa?” tukas kakak jahe.

“Jangan memotong pembicaraan, tak sopan,” sahut kakak bayam ketus, “kakek pohon kan bertubuh tinggi besar, dia pasti sudah meminta air dan pupuk yang paling banyak dengan mengancam akan merobohkan tubuhnya ke bangunan rumah Aurora dan kakeknya.”

“Jahat benar kakek kelapa,” kata kakak mawar.*

Setelah rapat itu, mereka menemui paman bambu dan bibi pisang. Mereka bermaksud meminta bantuan paman bambu dan bibi pisang untuk bekerja sama.

“Ada apa kalian bertiga membangunkan tidur kami di tengah malam yang dingin seperti ini?” tanya bibi pisang.

“Bukankah sekarang musim kemarau, hari-hari akan berasa sangat panjang dan berat, makanan dan air sangat terbatas. Istirahatlah agar besok kita punya cukup tenaga untuk berktivitas!” lanjut paman bambu.

“Dengarkan kami dulu paman bambu dan bibi pisang!” bujuk kakak jahe.

“Besok saja kita bicarakan,” jawab bibi pisang

“Tapi, ini sangat gawat!” sahut kakak mawar.

“Tak ada yang lebih gawat daripada kurang istirahat di musim kemarau,” jawab bibi pisang untuk penghabisan.

Kakak mawar, bayam dan jahe merasa kecewa karena paman bambu dan bibi pisang yang tak mau mendengar mereka memilih untuk melanjutkan tidur.*

Pagi-pagi, kakek kelapa terkejut. Sebab dia menjumpai jatah pupuk dan air yang diperolehnya pada hari sebelumnya telah hilang raib. Sementara perutnya sedang merasa sangat haus dan lapar. Karena tidak makan dan minum, seharian kakek kelapa tidak bisa menghasilakan nira untuk dijadikan gula oleh kakek Aurora. Bahkan tubuh kakek kelapa terlihat letih dan lesu. Paman bambu dan bibi pisang merasa khawatir dengan keadaan kakek kelapa. Mereka khawatir kalau kakek kelapa akan menjadi sakit. Kalau kakek kelapa sakit, Aurora dan kakeknya juga akan merasa sedih.

“Kenapa kakek kelapa terlihat letih dan lesu,” tanya bibi pisang.

“Aku haus dan lapar.”

“Bukankah kemarin kita baru saja mendapat jatah pupuk dan air dari Aurora dan kakeknya,” sahut paman mambu.

“Benar, kemarin aku langsung menyimpan makanan itu. Tapi, pagi tadi pupuk dan air itu telah telah hilang raib. Sampai sekarang aku belum makan dan minum.”

“Siapa kira-kira yang sudah mencuri pupuk dan air kakek kelapa, paman bambu?” tanya bibi pisang khawatir.

Melihat keadaan seperti itu, paman bambu dan bibi pisang merasa kasihan lalu memberikan simpanan makanan dan air masing-masing kepada kakek kelapa. Setelah makan dan minum, badan kakek kelapa menjadi sehat kembali. Rasa letih dan lesu menjadi hilang. Kakek kelapa berterima kasih kepada paman bambu dan bibi pisang.*

Tak berselang lama, muncul kakak mawar, bayam, dan jahe. Mereka memegangi perut yang kesakitan.

“Ada apa dengan kalian, mawar, bayam dan jahe?” tanya bibi pisang.

“Sakit perut, bibi pisang?”

“Apa kalian juga kehilangan makanan seperti yang dialami kakek kelapa?” tanya paman bambu.

Kakak mawar, bayam dan jare lama tak memberi jawabab atas pertanyaan paman mambu.

“Kami makan dan minum terlalu banyak sehingga sakit perut,” sahut kakak mawar.

Rupanya, kakak mawar, bayam dan jahelah yang mengambil makanan kakek kelapa lalu memakannya sampai habis. Akibatnya, perut mereka sakit sebab terlalu kenyang.*

“Kenapa kalian melakukan hal seperti itu, mawar, bayam, dan jahe?” tanya bibi pisang.

“Setiap kali Aurora dan kakeknya memberikan pupuk dan air, kami lihat kakek kelapa selalu mendapat jatah paling banyak di antara semua penghuni kebun ini,” terang kakak bayam.

“Itu tidak adil buat kami,” lanjut jahe.

“Betul!” kata mawar lantang.

“Lalu kamu mengambil pupuk dan air kakek kelapa tanpa izin semalam?”

Ketiganya mengangguk.

“Lalu dimakan?”

Sekali lagi mereka mengangguk.

“Terus sekarang kalian sakit perut?” tanya paman bambu geram.

Mengangguk lagi.

“Kalian mengambil makanan kakek kelapa, tadi ia sakit, hampir pingsan karena lapar.”

“Benarkah?” sahut mawar.

Aurora dan kakeknya memang selalu memberikan jatah pupuk dan air dengan jumlah yang lebih banyak untuk kakek kelapa dibanding tanaman lain. Alasannya, pohon kelapa memiliki tubuh yang lebih tinggi besar. Jika tidak mendapat makanan yang cukup, kakek kelapa tidak akan dapat menghasilkan santan yang bagus untuk memasak, gula nira yang manis, batang yang kuat untung membangun rumah, dan tulang daun serta sabut untuk membuat sapu. Sedangkan, tubuhnya yang tinggi besar selalu melindungi paman bambu, bibi pisang, kakak mawar, jahe, dan bayam dari sengat panas sinar matahari di musim kemarau.

Kini kakak mawar, bayam, dan jahe menyesali perbuatan mereka dan meminta maaf kepada kakek kelapa. Mereka menjadi paham bahwa adil itu tidak berarti sama jumlahnya, melainkan memberikan sesuatu berdasarkan kebutuhan atau kemampuan. Ketiganya berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan buruk mereka. Dengan besar hati, kakek kelapa memaafkan ketiganya tanpa menyisakan sedikit pun rasa dendam.

 

2017

 

penulis : Mufti Wibowo, staf pengajar SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto,

ilustrasi: marimewarnai.com



Share This Post To :




Kembali ke Atas


Berita Lainnya :




Silahkan Isi Komentar dari tulisan berita diatas :

Nama :

E-mail :

Komentar :

          

Kode :

 

Komentar :


   Kembali ke Atas